Mdrasah/sekolah adalah tempat pendidikan kedua bagi anak yang dilakukan oleh guru setelah pendidikan yang dilakukan oleh orang tua di rumah. Oleh karena itu pendidikan yang dilaksanakan di madrasah harus benar-benar bisa memberikan kenyamanan bagi anak agar proses tumbuh kembang anak bisa berjalan optimal. Untuk mencapai hal tersebut, salah satu langkah yang dilakukan oleh MTs Negeri 1 Bojonegoro adalah melakukan Bimbingan Teknis (Bimtek) Konvensi Hak Anak (KHA) dan Satuan Pendidikan Ramah Anak.
Bimtek dilaksanakan selama 2 (dua) hari pada tanggal 26-27 Mei 2023 di Aula MTs Negeri 1 Bojonegoro dengan mendatangkan fasilitator sekolah ramah anak tingkat nasional, yaitu Bekti Prastyani dan Ahmad Asari, S.pd. Kegiatan Bimtek ini juga dihadiri dan dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bojonegoro, Abdul Wahid, S.PdI., M.Ag. Dalam sesi pembukaan, beliau menjelaskan bahwa sosialisasi madrasah ramah anak sudah dilaksanakan sejak 5 ( lima) tahun yang lalu yang dilaksanakan di MAN 1 Bojonegoro. Beliau juga mengarahkan jika saat ini, guru sudah tidak boleh melakukan kekerasan kepada anak didiknya baik kekerasan fisik maupun verbal. Kegiatan ini meruapakan hal baru bagi Bapak/Ibu Guru MTsN 1 Bojonegoro. Mereka sangat antusias saat Bunda Bekti selaku fasilitator sekolah ramah anak sekaligus ketua Asosiasi Pendidik Berprespektif Hak Anak banyak memberikan penjelasan tentang apa yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan dalam mewujudkan madrasah ramah anak. Perempuan asli Bojonegoro ini menerangkan bahwa dalam mewujudkan madrasah ramah anak harus memperhatikan 4 (empat) hak dasar anak yaitu:
1. Hak atas kelangsungan hidup
2. Hak untuk tumbuh kembang
3. Hak atas perlindungan
4. Hak untuk berpartisipasi.
Bahkan, beliau juga memperkenalkan Tepuk Hak Anak sebagai bentuk atau cara mudah untuk menghafalnya.
Ada empat prinsip Konvensi Hak Anak, di antaranya sebagai berikut.
a. Non diskriminasi
b. Kepentingan terbaik anak
c. Hidup tumbuh dan berkembang
d. Penghargaan terhadap anak
Sebagai orang tua kedua di madrasah, guru yang ada dalam satuan pendidikan harus memahami kode etik dalam penanganan kasus di satuan pendidikan dengan tidak melakukan hal-hal sebagai berikut.
• Memukul, menyerang, menampar, dan melakukan kekerasan fisik lainnya
• Menggunakan kata-kata kasar, kata-kata rasis, menghardik, tidak mengacuhkan, memelototi, membiarkan, mengucilkan, membatasi aktivitas dan kekerasan psikis lainnya.
• Menyentuh anak dengan tidak pantas tanpa alasan medis di tempat tertentu seperti mulut, dada, alat vital, bokong atau menyentuh dengan perilaku yang tidak sensitif, memberikan panggilan sensual kepada anak, melakukan hubungan seksual dengan anak, dan kekerasan seksual lainnya
• Memarahi anak di depan orang lain, termasuk orangtuanya.
• Menunjukkan muka masam, emosional dan bersikap tidak ramah.
• Menyebarluaskan kasus yang sedang ditangani kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan (kepada tim guru lain/siswa/group Whatsapp, media sosial lainnya)
• Berprasangka buruk, melakukan fitnah, mengolok anak menggunakan fisik, SARA, profesi orangtua, nama orangtua, kondisi ekonomi orang tua, dll.
• Menjatuhkan harga diri anak, mempermalukan anak, merendahkan martabat, membandingkan anak satu dengan yang lainnya
• Menskorsing, mengembalikan kepada orang tua/mengeluarkan anak dari satuan Pendidikan, membatasi kegiatan, mengisolasi dari pergaulan teman.
• Memaksakan kehendak dan pandangan sendiri tanpa memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapat
• Bertengkar, berselisih, dan saling menjatuhkan pendapat di antara petugas di depan anak yang sedang ditangani kasusnya
• Menekan kebebasan berpikir dan berkeyakinan anak
Selain itu, Semua tim penanganan kasus di satuan pendidikan wajib melakukan:
• Menghormati Hak Anak;
• Menerima laporan, mengidentifikasi dan merespon kasus perlakuan salah yang terjadi pada anak;
• Mendengar anak dan memberikan mereka kesempatan untuk menceritakan kasusnya tanpa tekanan atau paksaan;
• Memberikan kesempatan pada anak untuk tureut serta dakam memberikan keputusan yang dapat mempengaruhi hidup mereka;
• Berperilaku sopan dan sesuai dengan posisinya saat berinterkasi dengan anak;
• Memastikan ada petugas lain yang berada pada ruangan/tempat yang sama saat menangani kasus Bersama anak;
• Menjaga kerahasiaan kasus, data anak dan keluarganya saat Penanganan kasus ;
• Membangun komitmen dan konsekuensi logis yang benar atas perilaku salah yang sudah dilakukan anak;
• Melibatkan anak dalam menentukan konsekuensi logis;
• Membangun komunikasi yang nyaman
• Membangun partisipasi anak;
• Memahami karakteristik anak berdasarkan hasil assesmen;
• Memahami bahwa setiap anak unik dan memiliki potensi, kecerdasan serta tumbuh kembang yang berbeda;
• Memberikan layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik, kemampuan dan kebutuhan anak;
• Membangun partisipasi anak;
• Memahami karakteristik anak berdasarkan hasil assesmen;
• Memahami bahwa setiap anak unik dan memiliki potensi, kecerdasan serta tumbuh kembanga yang berbeda;
• Memberikan layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik, kemampuan dan kebutuhan anak;
• Memberikan hak dasar anak berupa layanan yang dibutuhkan dan rasa aman;
• Menerima bahasa anak dengan baik sebagai individu yang sedang berkembang;
• Jika pendapat berlanjut, mencari penengah untuk membantu pemecahan masalah dengan sikap dan perilaku secara baik;
• Menjaga dan menghormati status sosial, bahasa, budaya, nilai nilai, ekonomi dan latar belakang orang tua atau keluarga anak;
• Memberikan kesempatan kepada anak untuk bebas berorganisasi, berkumpul secara damai sepanjang tidak bertentangan dengan keamanan nasional, ketertiban umum, perlindungan kesehatan, moral masyarakat, termasuk perlindungan dari hak hak dan kebebasan pihak lain;
• Saling menghormati dan menghargai pendapat sesama petugas, terlebih saat bersama anak yang sedang ditangani kasusnya;
• Mengembangkan kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama, dengan memperhatikan umur anak dan kemampuan anak yang selalu berkembang.